Selamat Datang di Situs ISBDS Cipta Sejati Cabang Sumenep - Sekretariat : Jln. Pelabuhan Gersik Putih Barat HP : 085 232 435 621 - 087 850 111 728"

Cari Blog Ini

Keluarga Besar ISBDS CIPTA SEJATI Cabang Sumenep Insya Allah akan mengadakan acara Pembukaan Pusat Daya (PPD) & Kenaikan Tingkat, Kamis & Jum'at 24 & 25 Maret 2016 "

Senin, 18 April 2011

Mengenal Sang Sultan Aulia (Syekh Abdul Qadir Jailani) 2


Hadhrah Abdul Qadir tampil sebagai contoh penting yang menunjukkan bahwa dalam Islam, mencari ilmu me­rupakan kewajiban suci—atas setiap muslim dan muslimah , dari buaian hingga liang lahat. la telah mengungguli sufi terbesar pada zamannya. la hafal Alquran dan belajar tafsir kepada Ali Abul Wafa al-Qayl, Abul Khaththab Mahfuzh, dan Abul Hasan Muhammad al-Qadhi. Menurut sebagian sumber, ia belajar kepada Qadhi Abu Sa'id al-Mubarak ibn Ali al-Muharrami, ulama ternama pada zamannya di Baghdad. Meski Hadhrah Abdul Qadir belajar tasawuf dari Syekh Hammad al-Dabbas dan memasuki jalan tarekat melaluinya, ia sendiri dianugerahi jubah darwis, simbol jubah Nabi saw. oleh Qadhi Abu Sa'id. Silsilah ruhani Qadhi Abu Sa'id da­pat dirunut melalui Syekh Abut Hasan Ali Muhammad al­Qurasyi, Abut Faraj al-Tarsusi, al-Taminii, Syekh Abu Bakr al-Syibli, Abul Qasim, Siri al-Saqati, Ma'ruf al-Karkhi, Da­wud al-Tha'i, Habib al-A'zhami, dan Hasan al-Bashri hingga sampai pada Hadhrah Ali ibn Abi Thalib. Hadhrah Ali menerima jubah pengabdian dari Nabi Muhammad saw., kekasih Tuhan semesta alam, yang menerimanya dari jibril, dan ia menerimanya dari Yang Mahabenar.

Suatu hari, seseorang bertanya kepada Syekh Abdul Qa­dir tentang apa yang diperolehnya dari Allah Swt. la men­jawab, "Ilmu dan akhlak mulia." Qadhi Abu Sa'id al-Mu­harraini mengajar di madrasahnya di Bab al-Azj, Baghdad. Kemudian la serahkan madrasah itu kepada Syekh Abdul Qadir, yang telah menjadi pengajar di sang. Ketika itu, Syekh Abdul Qadir berusia lima puluh tahun. Ucapannya yang sangat fasih dan dahsyat, mampu memengaruhi sia­pa saja yang mendengarnya. Murid-murid dan jamaahnya bertambah pesat. Dalam waktu yang sangat singkat, tak ada tempat lagi di madrasah itu untuk menampung mere­ka. Syekh Abdul Qadir bercerita tentang saat-saat pertama pengajarannya:

Suatu pagi aku bertemu Rasulullah saw. yang bertanya kepa­daku, "Mengapa kau diam saja?"

Aku berkata, "Aku orang Persia, bagaimana aku dapat berbahasa Arab dengan fasih di Baghdad?"

"Bukalah mulutmu," ujar Rasulullah. Aku menuruti pe­rintahnya. Rasulullah meniup mulutku tujuh kali dan berkata, "Berdakwahlah dan ajak mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan kata-kata yang baik."

Lalu aku salat zuhur dan beranjak menemui orang-orang yang telah menantikan ceramahku. Saat melihat mereka, aku gugup. Lidahku menjadi kelu. Tiba-tiba aku melihat Imam Ali mendekatiku dan memintaku membuka mulut. Lalu ia meniupkan napasnya ke mulutku sebanyak enam kali. Aku bertanya, "Mengapa tidak tujuh kali seperti yang dilakukan Rasulullah?"

"Karena aku menghormati Rasulullah," ujar Imam Ali, dan ia berlalu.

Seketika itu pula meluncur kata-kata yang sangat lancar dari mulutku: "Akal adalah penyelam, yang menyelami samu­dera hati untuk menemukan mutiara hikmah. Jika ia memba­wanya ke tepian wujudnya, ia akan memicu pengucapan kata, dan dengan itu ia membeli mutiara ibadah dan pengabdian kepada Allah ..." Lalu kukatakan, "pada suatu malam seperti malam-malam yang kualami, jika di antara kalian mampu menaklukkan berahinya, kematian akan menjadi sangat in­dah sehingga baginya, tak ada sesuatu pun yang dapat me­nandingi keindahannya."

Sejak saat itu dan seterusnya, baik ketika terjaga mau­pun terlelap, aku senantiasa menjalankan kewajibanku seba­gai pengajar. Ada begitu banyak ilmu keimanan dan agama dalam diriku. Ketika aku tak membicarakan atau melafalkan­nya, aku merasa ilmu-ilmu itu meluncur dengan sendirinya. Saat mulai mengajar, hanya ada beberapa murid yang men­dengarkanku. Namun, tak lama kemudian, mereka bertambah hingga tujuh puluh ribu orang.

Madrasah dan pondoknya tak lagi mampu menam­pung para pengikutnya. Dibutuhkan tempat yang lebih luas. Orang kaya dan miskin membantu mendirikan bangunan. Orang kaya membantu dengan hartanya dan orang miskin dengan tenaganya. Bahkan kaum wanita di Baghdad pun ikut membantu. Seorang wanita muda yang bekerja secara sukarela memperkenalkan suaminya yang enggan bergotong royong kepada Syekh. "Ini suamiku," katanya, "aku telah menerima mahar darinya sebanyak dua puluh keping emas. Separuhnya akan kuberikan kembali kepadanya, dan sepa­ruhnya lagi akan kubayarkan jika la ikut bekerja di sini." Lalu keping emas itu ia serahkan kepada Hadhrah Abdul Qadir, dan laki-laki itu pun mulai bekerja. la terus bekerja meskipun jatah uang maharnya telah habis. Kendati demi­kian, Syekh tetap membayarnya karma Syekh tahu bahwa ia miskin.

Hadhrah Abdul Qadir al-jailani adalah ulama dan Imam (Imam ilmu-ilmu agama, kalam, dan fikih, serta tokoh ter­kemuka. Mazhab Syafi'i dan Hanbali. Keberadaannya mem­beri manfaat yang sangat besar bagi semua orang. Doa dan kutukannya selalu dikabulkan. la memiliki banyak keistime­waan. la adalah manusia sempurna yang selalu mengingat Allah, bertafakur, merenung, serta belajar dan mengajar.

Hatinya lembut, perilakunya santun, dan parasnya se­nantiasa tampak ceria. la juga selalu bersimpati dan me­melihara perilaku yang mulia. Di mata orang-orang, ia tam­pil sebagai sosok yang berwibawa, dermawan, dan gemar memberi bantuan berupa uang, nasihat, maupun ilmu. la menyayangi sesama, terutama kaum mukmin yang taat dan selalu beribadah kepada Allah.

Penampilannya selalu terjaga sehingga terlihat tampan dan necis. la tak suka ngomong berlebihan. jika bicara, meski cepat, setiap kata maupun suku-katanya terdengar je­las. Bicaranya santun dan yang diucapkannya hanyalah ke­henaran. la sampaikan kebenaran dengan lantang dan tegas. Ia tak peduli apakah orang lain akan memuji, mencela, mengkritik, atau bahkan memakinya.

Ketika Khalifah al-Muqtafi mengangkat Yahya ibn Sa'id sebagai qadi, atau kepala pengadilan, Hadhrah Abdul Qadir mengkritiknya di hadapan khalayak, "Kau telah mengangkat orang yang sangat zalim sebagai hakim atas kaum mukmin. Mari kita saksikan apa pembelaanmu ketika kau dihadap­kan kepada Hakim Agung, Tuhan semesta alam." Mende­ngar kritikan pedas itu, khalifah gemetar dan menangis. la segera memecat qadi itu.

Saat itu, penduduk Baghdad mengalami kemerosotan moral dan perilaku. Berkat kehadiran Syekh Abdul Qadir, banyak penduduk yang benar-benar bertobat, menjaga pe­rilaku, dan menjalankan syariat Islam dengan baik. Orang­-orang pun semakin mencintai dan menghormati Syekh. Pengaruhnya semakin meluas. Orang saleh mencintainya dan para pelaku maksiat takut kepadanya. Banyak orang, termasuk raja, menteri, dan kaum bijak, datang meminta nasihatnya. Banyak Yahudi dan Kristen yang masuk Islam karenanya.

Ada seorang pendeta yang sangat bijak dan berpenga­ruh di Baghdad dan memiliki banyak pengikut. Ia memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya mengenai tradisi Ya­hudi dan Kristen, tetapi juga mengenai Islam. Ia pun me­ngetahui Kitab Suci Alquran dan sangat menghargai Nabi Muhammad saw. Khalifah menghormatinya dan berharap ia beserta pengikutnya masuk Islam. Sebenarnya, pendeta itu ingin memeluk agama Islam. Hanya saja, ia masih me­ragukan bahwa mikraj Nabi Muhammad saw. terjadi ber­ikut raganya.

Peristiwa mikraj itu terjadi ketika Nabi Muhammad saw. diperjalankan dari Madinah ke Yerusalem dengan jasad dan ruhnya, kemudian naik ke tujuh lapis langit Berta menyaksi­kan banyak hal. Beliau melihat surga dan neraka, lalu berte­mu dengan Allah Swt., yang menyampaikan sembilan ribu kata kepadanya. Saat pulang dari perjalanan itu, kasurnya belum mendingin dan daun yang tersentuh dalam perjalan­an belum berhenti bergoyang.

Akal pendeta itu tidak menerima peristiwa mikraj itu dan segala yang disampaikan oleh Nabi saw. sepulangnya dari perjalanan itu. Bahkan, sesungguhnya banyak kaum muslimin ketika itu yang tidak memercayai penjelasan Nabi Muhammad saw. dan menjadi murtad. Peristiwa itu benar­-benar menjadi ujian yang sangat berat bagi keimanan kaum

muslimin, karena akal tidak dapat menerima fenomena se­rupa itu.

Khalifah mengundang para bijak dan para syekh un­tuk meyakinkan si pendeta, namun tak ada yang mampu. Kemudian pada suatu sore, la memohon kepada Hadhrah Abdul Qadir untuk meyakinkan si pendeta mengenai kebe­naran mikraj Nabi Muhammad saw.

Ketika Abdul Qadir datang ke istana, si pendeta dan khalifah tengah bermain catur. Saat si pendeta mengang­kat sebuah bidak catur, tiba-tiba matanya beradu pandang dengan tatapan Syekh. Si pendeta memejamkan matanya.... Ketika membuka mata, tiba-tiba ia telah berada di sebuah sungai dan dihanyutkan oleh alirannya yang deras. la ber­teriak minta tolong. Seorang penggembala muda lompat ke sungai menyelamatkannya. Ketika pemuda itu memeluknya, ia sadar bahwa ia tidak berpakaian dan dirinya telah ber­ubah menjadi seorang gadis.

Si penggembala menariknya keluar dari sungai serta me­nanyakan keluarga dan rumahnya. Ketika gadis itu menye­butkan Baghdad, si penggembala mengatakan bahwa butuh waktu berbulan-bulan untuk sampai ke sana.. Si penggem­bala menghormati, menjaga, dan melindunginya. Namun, karena tak ada tempat yang ditujunya, si penggembala me­nikahinya. Dari pernikahan itu mereka memiliki tiga orang anak

Suatu hari, saat si istri mencuci pakaian di sungai yang menghanyutkannya beberapa tahun silam, la tergelincir dan jatuh ke air. Ketika tersadar dan membuka mata .... ia dapa­ti dirinya tengah duduk di hadapan Khalifah, memegang bi­dak catur, dan masih bertatapan pandang dengan Hadhrah Abdul Qadir, yang berujar kepadanya, "Hai pendeta yang malang, apakah saat ini kau masih enggan mengakui?"

Si pendeta, yang masih raga dan menganggap apa yang dialaminya itu hanyalah mimpi, menjawab, "Apa yang kau ­maksudkan?"

"Apakah kau ingin berjumpa dengan anak dan suam­imu?" tanya Syekh Abdul Qadir seraya membuka pintu. Di depan pintu istana itu telah berdiri si penggembala dengan tiga orang anaknya. Mengalami runtutan kejadian ini, si pendeta langsung menyatakan keimanannya dan mengakui kebenaran mikraj Nabi saw. la dan jamaahnya yang berjum­lah sekitar lima ribu orang masuk Islam melalui Hadhrah Abdul Qadir.

Bersambung ............

Oleh: Syekh Tosun Bayrak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar